Meski harganya per lembarnya relatif tidak murah, banyak investor berebut untuk memiliki saham blue chip. Apa alasannya?
Bagi Anda investor pemula, mungkin sudah sering mendengar saran untuk membeli saham blue chip. Mulai dari saham BBCA, UNVR, BBRI, TLKM dan lain-lain. Ya, meski harganya per lembarnya relatif tidak murah, banyak investor berebut untuk memiliki saham blue chip. Apa alasannya?
Sebelum membahasnya, investor perlu tahu dulu apa yang disebut sebagai saham blue chip. Istilah blue chip diyakini datang dari permainan poker, di mana blue chips adalah chip yang paling mahal. Namun untuk saham, sebenarnya tak ada syarat dan ketentuan paten sebuah perusahaan memenuhi status saham blue chip.
Ada kriteria umum suatu saham layak disebut blue chip. Kriteria ini juga menjadi alasan kenapa investor memperebutkan saham blue chip. Berikut di antaranya:
1. Kapitalisasi Pasar yang Besar
Perusahaan dengan kategori blue chip umumnya mempunya reputasi yang baik dan sehat secara finansial yang bisa dilihat dari laporan keuangannya. Saham blue chip juga bisa dibilang mapan karena memiliki kapitalisasi pasar yang besar, yakni di atas Rp 40 triliun.
Unilever Indonesia Tbk misalnya, memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 329,23 Triliun. Sementara BBCA senilai Rp 774,17 Triliun. Dilihat dari kapitalisasi pasarnya, bisa disimpulkan bahwa perusahaan dengan kategori saham blue chip adalah perusahaan yang besar.
2. Market Leader di Sektornya
Umumnya perusahaan bersaham blue chip merupakan market leader di sektornya. Mereka adalah pemimpin pasar atau salah satu di antara tiga perusahaan teratas di sektornya. Saham blue chip biasanya juga bergerak di industri yang sangat dibutuhkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
3. Sering Membagikan Deviden
Salah satu alasan investor memilih mengelola uangnya lewat saham adalah karena pembagian devidennya yang menggiurkan. Nah, saham bluechip biasanya rutin membagikan deviden, meski bukan menjadi syarat mutlak. BBRI misalnya, rutin membagikan deviden saham setiap tahun sejak 2014. Pada Juni 2019, BBRI membagikan deviden senilai Rp 132,18 per lembar saham.
4. Tahan Badai di Tengah Krisis
Rata-rata perusahaan blue chip selamat dari tantangan dan siklus pasar. Karena tingkat likuiditas yang tinggi, saham blue chip juga dianggap sebagai investasi yang aman.
Tapi bukan berarti saham blue chip seratus persen bebas risiko. Pada 2011, PT Aqua Golden Mississippi mengalami berbagai kasus sehingga perusahaan tersebut harus mengalami delisting dari bursa. Padahal pada tahun sebelumnya PT Aqua Golden Mississippi merupakan saham yang sangat diminati investor karena merupakan penggagas air mineral dalam kemasan pertama di Indonesia.
(Baca Juga: Saham Paling Aktif Hari Ini)
Setelah mengetahui berbagai keunggulan saham blue chip, Anda tentu ingin memilikinya untuk portofolio Anda. Namun jangan terburu-buru dulu. Sebaiknya investor tidak menjadikan saham blue chip sebagai satu-satunya instrumen investasi dalam portofolio Anda. Tetap aplikasikan prinsip diversifikasi demi mengurangi tingkat risiko.
Portofolio yang terdiversifikasi biasanya berisi beberapa alokasi untuk obligasi dan uang tunai. Dalam alokasi portofolio untuk saham, seorang investor harus mempertimbangkan untuk memiliki saham mid-cap dan small-cap, yakni saham dengan kapitalisasi pasar menengah dan kecil. Sesuaikan komposisi portoflio investasi Anda sesuai dengan profil risiko masing-masing.
Salah satu saham blue chip yang patut investor pertimbangkan adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Perusahaan tersebut selalu ada dalam daftar Indeks LQ45 dan tingkat kenaikan harga sahamnya selama 4 tahun terakhir terhitung menggiurkan. Pada 6 November 2015 silam, harga saham BBCA senilai Rp 13.550 per lembar, sedangkan pada 8 November 2019 menjadi Rp 31.400 per lembar. Kondisi saham BBCA saat ini menunjukan kirteria-kriteria saham yang likuid dan memilki revenue besar sehingga saham tersebut dapat dikategorikan saham blue chip.
Jadi bagaimana, saham blue-chip mana yang akan Anda simpan untuk jangka panjang?