Harga minyak menguat karena dipicu oleh lemahnya ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed pada pertemuan FOMC berikutnya.
Harga minyak membukukan kenaikan yang lumayan impresif berkat meredupnya prospek kenaikan suku bunga The Fed. Pada perdagangan Asia hari Rabu (18/Januari), minyak Brent bergerak di kisaran $86.36 per barel, sementara minyak WTI stabil di $80.67 per barel. Keduanya sama-sama terkoreksi tipis setelah reli 2 persen lebih pada sesi perdagangan sebelumnya.
Memasuki sesi New York tadi malam, harga minyak terdongkrak naik karena data Manufaktur New York yang merosot tajam pada bulan Januari. Hal ini membuat pasar bertaruh bahwa The Fed hanya akan menaikkan suku bunga 25 bps pada pertemuan FOMC berikutnya. Sebagai perbandingan, The Fed sebelum ini konsisten menaikkan suku bunga 75 bps sebanyak 4 kali berturut-turut dan baru menurunkan rate hike ke 50 bps pada bulan lalu.
"Pelaku pasar bertanya-tanya tentang bagaimana reaksi Federal Reserve dalam menanggapi kinerja perekonomian AS yang beragam dan muncul tanda-tanda perlambatan ekonomi," ungkap John Kilduff, mitra Again Capital LLC.
Permintaan Minyak dari China Mulai Bertambah
Terlepas dari dinamika perekonomian AS, harga minyak saat ini juga ditopang oleh optimisme pasar terhadap prospek pemulihan ekonomi China pada tahun 2023. Pasalnya, Tiongkok telah memulai normalisasi aktivitas pasca ditariknya kebijakan Zero-COVID.
Ekonomi China memang hanya tumbuh 2.9 persen secara tahunan pada kuartal keempat, namun angka tersebut masih di atas ekspektasi dan menyimpan peluang pemulihan yang cukup baik. Hal itu tak pelak mengungkit prospek permintaan minyak dari China yang notabene merupakan salah satu konsumen energi terbesar di dunia.
Bahkan, impor minyak China telah naik 4 persen pada bulan Desember. Analis mengaitkan peningkatan ini dengan momen Tahun Baru Imlek yang biasanya ramai dengan mudik nasional dan meningkatkan konsumsi bahan bakar di China.