Rilis data CPI Tokyo menunjukkan kenaikan Inflasi Jepang sudah menyentuh level tertinggi 4 dekade. Di saat yang sama, belanja rumah tangga mengalami penurunan.
Data Inflasi Konsumen Tokyo yang dirilis pada Selasa pagi (10/Januari) menunjukkan peningkatan 4.0 persen persen secara tahunan pada bulan Desember. Angka ini merupakan level tertinggi sejak 1982.
Inflasi di luar kategori makanan dan biaya energi naik 1.3 persen, sementara Inflasi Inti mengalami kenaikan dari 3.6 persen menjadi 4.0 persen. Sebagai perbandingan, target Inflasi yang ditetapkan BoJ ada di level 2.0 persen.
Lonjakan Inflasi Jepang sebagian besar disebabkan oleh pelemahan mata uang Yen terhadap Dolar AS akibat perbedaan kebijakan moneter yang begitu mencolok antara BoJ dengan The Fed. Yen tertekan atas kebijakan ultra longgar BoJ, sedangkan reli dolar AS didukung oleh kenaikan suku bunga agresif yang diberlakukan oleh Powell dkk. Kurs Yen yang sangat lemah membuat harga komoditas impor mejadi semakin mahal dan memacu terjadinya Inflasi.
Faktor tersebut semakin diperparah dengan konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan kenaikan tajam pada beberapa komoditas dunia seperti gandum. Untuk mengatasi hal ini, BoJ mulai mengambil sikap lebih hawkish meski belum mengambil kebijakan rate hike. Langkah awal BoJ ditujukan untuk memperkuat nilai tukar Yen terlebih dulu agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih parah.
Baca juga: BoJ Ubah Target Yield Secara Tiba-Tiba, USD/JPY Ambruk
Minat Beli Konsumen Turun
Kantor Kabinet Jepang melaporkan terjadi penurunan pada belanja rumah tangga (Household Spending). Data ini merosot dari 1.2 persen ke -1.2 persen pada bulan Desember, lebih rendah dari ekspektasi penurunan ke 0.5 persen saja.
Hasil tersebut di luar dugaan karena secara musiman, masyarakat Jepang cenderung lebih banyak berbelanja di akhir tahun. Akibatnya, kenaikan Inflasi menjadi faktor yang paling banyak disorot dalam fenomena penurunan belanja rumah tangga Jepang kali ini.